MAKALAH RUKUN DAN SYARAT NIKAH

PEMBAHASAN
Akad nikah mempunyai beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun dan syarat menentukan hukum suatu perbuatan, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam pernikahan misalnya, rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal. Artinya, pernikahan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Perbedaan rukun dan syarat adalah kalau rukun itu harus ada dalam satu amalan dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut. Sementara syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam satu amalan namun ia bukan bagian dari amalan tersebut


 A.Rukun Nikah 
Rukun nikah adalah sebagai berikut:
 1.Adanya calon suami dan istri yang tidak terhalang dan terlarang secara syar’i untuk menikah. Di antara perkara syar’i yang menghalangi keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang lainnya misalnya si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang akan dinikahinya seorang muslimah.
 2.Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan, “Zawwajtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan si Fulanah”) atau “Ankahtuka Fulanah” (“Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).
 3.Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang mewakilinya, dengan menyatakan, “Qabiltu Hadzan Nikah” atau “Qabiltu Hadzat Tazwij” (“Aku terima pernikahan ini”) atau “Qabiltuha.” Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz ini yang datang dalam Al-Qur`an. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا زَوَّجْنَاكَهَا “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluannya terhadap istrinya (menceraikannya), zawwajnakaha1 (Kami nikahkan engkau dengan Zainab yang telah diceraikan Zaid).” (Al-Ahzab: 37)
 4.Wali Wali adalah pengasuh pengantin perempuan pada waktu menikah atau orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki. Dalam hadits disebutkan: إِلاَّ بِوَلِيٍّ لاَ نِكَاحَ “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i) Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan menikahkannya, maka hakim/penguasa memiliki hak perwalian atasnya dengan dalil sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ “Maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali.” (HR. Abu Dawud)
 5.Dua orang saksi Saksi adalah orang yang menyaksikan sah atau tidaknya suatu pernikahan. Hadits Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma: لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ (رواه الطبراني، وهو في صحيح الجامع 7558) “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i)


B. Syarat Nikah
1.Syarat calon pengantin pria sebagai berikut :
a)Beragama Islam
b)Terang prianya (bukan banci)
c)Tidak dipaksa
d)Tidak beristri empat orang
e)Bukan Mahram bakal istri
f)Tidak mempunyai istri dalam yang haram dimadu dengan bakal isteri
g)Mengetahui bakal istri tidak haram dinikahinya
h)Tidak sedang dalam ihram atau umrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: لاَ يُنْكِحُ الْـمُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ وَلاَ يَخْطُبُ “Seorang yang sedang berihram tidak boleh menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.” (HR. Muslim)
 2.Syarat calon pengantin wanita sebagai berikut :
a)Beragama Islam
b)Terang wanitanya (bukan banci)
c)Telah memberi izin kepada wali untuk menikahkannya Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
    لاَ تُنْكَحُ اْلأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ
“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 3458) Terkecuali bila si wanita masih kecil, belum baligh, maka boleh bagi walinya menikahkannya tanpa seizinnya.
d)Tidak bersuami dan tidak dalam iddah
e)Bukan mahram bakal suami
f)Belum pernah dili'an ( sumpah li'an) oleh bakal suami.
g)Terang orangnya
 h)Tidak sedang dalam ihram haji atau umrah
 3.Syarat wali sebagai berikut :
a)Beragama Islam
b)Baligh
c)Berakal
d)Tidak dipaksa
e)Terang lelakinya
f)Adil ( bukan fasik )
g)Tidak sedang ihram haji atau umrah
h)Tidak dicabut haknya dalam menguasai harta bendanya oleh pemerintah (mahjur bissafah)
i)Tidak rusak pikirannya karena tua atau sebagainya.
4.Syarat saksi
a)Beragama Islam
b)Laki-laki
c)Baligh
d)Berakal
e)Adil
f)Mendengar {tidak tuli}
g)Melihat (tidak buta)
h)Bisa bercakap-cakap (tidak bisu)
 i)Tidak pelupa ( mughhaffal)
j)Menjaga harga diri ( menjaga muru'ah)
k)Mengerti maksud ijab dan qobul
l)Tidak merangkap menjadi wali
 5.Ijab dan Qabul Ijab dan qabul harus berbentuk dari asal kata "inkah" atau "tazwij" atau terjemahan dari kedua asal kata tersebut yang dalam bahasa Indonesia berarti "Menikahkan". Contoh :
a. Ijab dari wali calon mempelai perempuan : Hai Wulan bin, saya nikahkan fulanah, anak saya dengan engkau, dengan ;mas kawin (mahar).
b. kabul dari calon mempelai pria ; saya terima nikahnya fatimah binti........ dengan maskawin (mahar)............

Komentar

Sifilia mengatakan…
semoga makalah ini dapat membantu banyak orang

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI

SOAL GERUND

ARTIKEL BIOLOGI TENTANG BIOTEKNOLOGI